Penggunaan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Di Bidang Militer
Umat manusia telah mencapai kemajuan sangat pesat
dalam separuh abad ini dibandingkan semua tahapan dalam sejarah manusia.
Salah satu alasan adalah kemajuan pesat dalam bidang komputer, yang
merupakan salah satu hal penting dalam teknologi informasi. Saat ini
teknologi informasi sudah menyentuh setiap aspek kehidupan manusia.
Teknologi informasi tidak hanya dipakai di bidang industri ataupun
ekonomi, tetapi juga di bidang militer dengan implikasi yang sangat luas
pada implementasinya terutama dalam perumusan strategi.
Implementasi TI dalam perubahan strategi
Kemajuan pesat teknologi informasi secara khusus diimplementasikan dalam konsep yang disebut Perang Informasi (Information Warfare),
yang menjadi landasan penting bagi pengembangan doktrin militer di masa
datang. Dengan demikian teknologi informasi akan sangat berpengaruh
terhadap perubahan strategi militer. Hal ini bisa dilihat dari dua sisi.
Pertama, dari sisi komandan, Teknologi Informasi dapat membantu
menyediakan informasi potensial lebih cepat dan banyak melalui rantai
komando dan pengendalian untuk mempercepat pengambilan keputusan. Kedua,
dari sisi kemampuan pasukan, Teknologi Informasi memungkinkan pasukan
mendapat informasi pada waktu dan tempat yang tepat, sehingga akan
mengurangi apa yang oleh Clausewitz disebut "kabut perang", dan juga
membuat pasukan menjadi lebih fleksibel.
Implementasi dari teknologi informasi secara umum adalah berupa konsep Revolution in Military Affairs (RMA). RMA membahas konsep lingkup perang di masa yang akan datang, yaitu precision strike, dominating maneuver, space warfare, dan information warfare.
Pengertian
Teknologi Informasi (TI) dapat didefinisikan sebagai teknologi yang mempunyai kemampuan sedemikian rupa untuk menangkap (capture), menyimpan (store), mengolah (process), mengambil kembali (retrieve), menampilkan (represent) dan menyebarkan (transmit) informasi. Perkembangan TI merupakan kombinasi antara kemajuan pesat bidang ilmu komputer dan komunikasi.
Strategi adalah suatu keputusan yang berkaitan dengan bagaimana suatu
masalah itu dipecahkan. Strategi merupakan salah satu tingkat dari
hirarki keputusan, yaitu:
- Kebijakan (policy), yaitu keputusan yang berhubungan dengan apakah suatu masalah akan dipecahkan atau tidak.
- Strategi(strategy), yaitu keputusan yang berkaitan dengan bagaimana suatu masalah itu dipecahkan.
- Taktik (tactics), yaitu keputusan mengenai bagaimana strategi itu dapat diimplementasikan.
- Operasi (operation), yaitu keputusan mengenai bagaimana taktik itu diimplementasikan.
Informasi merupakan aset yang strategis bagi setiap organisasi. Inilah
sebabnya mengapa banyak pemerintahan ataupun badan tertentu menghabiskan
jutaan bahkan miliaran dolar, baik yang secara terbuka dianggarkan
ataupun tidak, untuk membentuk badan dalam rangka pengumpulan dan
pengolahan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan
ancaman potensial bagi keamanan mereka. Ketiadaan informasi dapat
menyebabkan kegagalan terutama dalam bidang militer. Kemampuan untuk
menyediakan informasi potensial merupakan faktor yang sangat menentukan
dari kekuatan militer suatu negara.
Dalam
doktrin militer, informasi merupakan bagian integral dari Komando dan
Kendali yang merupakan kunci pada setiap operasi militer. Komando dan
Kendali dalam militer yang modern bersandar pada peralatan komunikasi
berkecepatan tinggi dan komputer. Dengan demikian infrastruktur
informasi merupakan arena pertempuran untuk memperoleh keunggulan
informasi. Berdasarkan fakta ini, lahirlah suatu konsep baru yang
disebut Perang Informasi, yang akan merupakan suatu landasan bagi
doktrin militer di masa datang.
Mengingat
kemajuan yang sangat pesat dalam bidang teknologi informasi sebagai
sarana yang digunakan dalam perang informasi, maka teknologi informasi
akan sangat mempengaruhi strategi yang akan diambil dalam rangka
mencapai keunggulan informasi. Hal ini membawa perubahan pada bagaimana
tugas kemiliteran dijalankan. Teknologi informasi dikombinasikan dengan
teknologi perang lainnya memungkinkan untuk menciptakan jenis perang
yang secara kualitatif berbeda. Perkembangan teknologi informasi yang
sangat cepat juga menyebabkan perubahan yang sangat cepat dalam bidang
militer.
Dengan penggunaan teknologi
informasi yang intensif, mendorong terjadinya penyesuaian konsep atau
doktrin seiring dengan kemajuan teknologi. Suatu waktu, rasanya sudah
cukup untuk membicarakan konsep tentang Komando dan Kendali (K2),
yang pada prinsipnya merupakan hubungan intern antara komandan dengan
anak buahnya dalam kaitan tugas operasi. Tetapi kemudian ternyata
komunikasi dengan kesatuan lain dalam suatu operasi menjadi suatu
keharusan. Dengan demikian lahirlah konsep baru yaitu Komando, Kendali, dan Komunikasi (K3).
Dengan teknologi komunikasi yang semakin mutakhir, keterangan atau data
intelijen yang sangat penting dalam operasi militer dapat diperoleh
dari kesatuan lain atau bahkan badan lain di luar kesatuan militer. Ini
menghasilkan konsep baru yakni Komando, Kendali, Komunikasi dan Intelijen (K3I). Saat ini dengan kemajuan teknologi komputer banyak analis menulis mengenai Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer dan Intelijen (K4I).
Meskipun K4I masih menjadi angan-angan tetapi paling tidak menyiratkan
suatu pandangan bahwa sistem informasi yang berbasiskan komputer menjadi
fungsi yang sangat penting dalam peperangan. Saat ini menurut para
analis militer ada konsep baru yaitu Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, dan Manajemen Pertempuran (K4I/MP) sebagai satu kesatuan yang bulat dalam rangka memenangkan pertempuran. (command, control, communications, computers, intelligence and battle management -C4I/BM). Ada pula yang merumuskan dengan Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP) – command, control, communications, computers, Surveillance and Reconnaissance - C4ISR)
Teknologi Informasi dan Strategi.
Perkembangan yang cepat dari teknologi informasi beserta teknologi
perang lainnya memungkinkan menciptakan jenis perang yang secara
kualitatif berbeda. Perang Teluk merupakan perang dimana penguasaan
pengetahuan mengungguli senjata dan taktik, seperti yang ditulis oleh
Alan D. Campen “satu ons silikon didalam sebuah komputer mempunyai effek
yang lebih dahsyat dari satu ton uranium”.
Dengan penguasaan pengetahuan yang disebabkan oleh kemajuan dalam
bidang teknologi informasi, musuh dapat dibuat bertekuk lutut melalui
sarana yang berupa teknologi komputer. Sebagai contoh penggunaan program
kecerdasan buatan untuk mensimulasikan formasi dan kekuatan musuh
memungkinkan serangan menjadi efektif dengan tingkat keberhasilan yang
cukup tinggi.
Di TV, orang Amerika bisa
menyaksikan pergerakan pesawat, tank, dan kendaraan yang lain dalam
Perang Teluk, tetapi mereka tidak mengerti bagaimana arus informasi yang
menyebabkan semua itu terjadi. Arus informasi itulah yang lebih penting
dalam fungsi militer. Ini dimungkinkan karena Amerika Serikat mempunyai
“senjata” yang sangat hebat yaitu AWACS (Airborne Warning and Control System) dan J-STARS (Joint Surveillance and Target Attack Radar System).
AWACS sebetulnya merupakan pesawat Boeing 707 yang dilengkapi dengan
komputer, sarana komunikasi, radar, sensor yang dapat memantau 360
derajat, untuk mendeteksi pesawat dan senjata musuh dan mengirimkan data
tersebut kepada J-STARS di darat. J-STARS dapat memberikan sasaran dan
gambar pergerakan musuh kepada komandan pada jangkauan 155 mil dalam
segala cuaca dengan ketepatan 90 persen. Dengan menggunakan teknologi
ini maka sasaran dapat dipilih lebih pada menara gelombang mikro,
sentral telepon, jaringan serat optik, dan sarana lain pembawa kabel
koaksial komunikasi (Toffler, 1993)
Pengaruh revolusi teknologi informasi sangat mengagumkan. Hal ini bisa
dilihat dari peningkatan kemampuan komputer yang sekitar dua kali lipat
setiap delapan belas bulan, jumlah pengguna internet meningkat dua kali
lipat setiap tahunnya. Serat optik tunggal memungkinkan satu setengah
juta percakapan dalam waktu yang bersamaan, sementara compact disk (CD) mampu menyimpan data sangat besar. Hal ini lah yang memungkinkan lahirnya konsep RMA.
Konsep RMA sebagai konsekuensi alamiah dari perkembangan teknologi
informasi yang sangat cepat juga memungkinkan dibentuknya satuan militer
yang baru, yang kegiatannya berkaitan dengan proses pengumpulan,
pengolahan dan penyebaran informasi. Amerika Serikat menugaskan National Security Agency untuk merekrut 1.000 spesialis pada satuan baru yang disebut satuan perang informasi.
Secara strategis perang informasi mempunyai arti yang penting karena
sistem informasi ini berhubungan dengan masyarakat. Dengan demikian
manusia tidak lagi menjadi target utama dalam perang melainkan
informasi. Dilatar belakangi oleh alasan ini lahirlah konsep perang
tanpa korban (victimless war), yang secara etis lebih dapat diterima. Seperti dinyatakan Freedman, L. (1996), dalam Lecture on Information Warfare: Will Battle Ever Be Joined?.
Konsep Perang Informasi didukung perkembangan teknologi informasi dapat
meningkatkan kemampuan pasukan, merubah cara kerja organisasi, skala
organisasi, sistem integrasi, dan infrastruktur perang ataupun militer.
Dalam hal peningkatan kemampuan pasukan, US Army mencoba model
pertempuran yang menghubungkan setiap prajurit dengan sistem senjata
secara elektronis. Tim peneliti dari Motorola dan laboratorium US Army
di Natick, Massachusetts, merencanakan suatu prototipe dari peralatan
untuk tentara masa depan. Helm prajurit dilengkapi dengan mikrofon untuk
komunikasi, night-vision goggles dan thermal-imaging sensors
untuk melihat di tempat gelap, dilengkapi layar di depan mata untuk
mengetahui posisi dan mampu memberikan informasi yang akurat. Selama
simulasi pertempuran di Fort Leavenworth, Kansas, divisi infantri dengan
20.000 personel, yang dilengkapi perlengkapan yang mutakhir tersebut,
mampu menaklukkan pasukan dengan kekuatan tiga kali lebih besar.
(Washington, D. W. Onward Cyber Soldier. Time Magazine, 146 (8))
Sesuai dengan cara kerja perang, senjata yang “pintar” membutuhkan
prajurit yang pintar pula. Ini sudah dibuktikan dalam Perang Teluk,
Amerika dan sekutunya mengirim prajurit terbaiknya. Dengan demikian
militer masa depan harus lebih menggunakan otaknya, sehingga mereka
dapat berhadapan dengan orang dan budaya yang berbeda, dapat mengatasi
ketidakjelasan, mengambil inisiatif, dan bahkan akan menanyakan tentang
kewenangan yang boleh diambil. Perkembangan teknologi informasi akan
berpengaruh pada sistem pelatihan dan pendidikan terutama yang berkaitan
dengan senjata baru. Karena penggunaan teknologi informasi yang cukup
intensif, tentara mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan
orang yang bergerak pada bisnis. Seperti hasil survei yang dilaksanakan
oleh North Carolina's Center for Creative Leadership. Hanya 19 persen dari manager di Amerika mempunyai pendidikan post graduate, sedang di tentara 88 persen Brigadir Jenderal mempunyai pendidikan post graduate.
Jadi, dalam peperangan saat ini militer tidak hanya sekedar menarik
pelatuk saja tetapi memerlukan personel dengan kemampuan yang cukup
tinggi.
Dalam hal ukuran pasukan,
teknologi informasi memungkinkan penyusunan pasukan yang lebih kecil
dengan formasi yang lebih luwes. Bila pada saat ini ukuran divisi adalah
10.000 sampai 18.000 personel, terdiri dari tiga atau empat brigade
dengan masing-masing brigade terdiri dari tiga sampai lima batalion. Di
masa depan satu brigade dengan kurang lebih 4.000 personel akan memiliki
kemampuan yang sama dengan satu divisi pada saat lampau. Ini berarti
bahwa lebih sedikit orang dengan teknologi akan dapat menyelesaikan
tugas yang jauh lebih berat dari pada saat lampau.
Sesuai asas manajemen, teknologi informasi membuat organisasi militer
dapat sedikit melonggarkan pengendalian. Teknologi Informasi
memungkinkan kekuasaan pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat
serendah mungkin.
Dalam pengertian
integrasi sistem, Teknologi Informasi membuat kompleksitas pada
organisasi militer lebih berat dari pada sebelumnya. Kompleksitas ini
dapat diatasi dengan menggunakan peranti lunak yang dirancang untuk
keperluan tersebut terutama perkembangan pesat pada peranti lunak data base.
Dalam hal infrastruktur, militer yang baru memembutuhkan jaringan informasi yang dengan band width
besar. Sebagai contoh Perang Teluk, infrastruktur yang digelar mampu
menampung 700.000 sambungan telepon, 152.000 pesan setiap hari, dan
menggunakan 30.000 frekuensi radio.
Secara ringkas pengaruh TI pada strategi dapat digambarkan sebagai berikut:
Implementasi dari teknologi informasi ini terutama adalah pada
perubahan konsep lingkup perang dimasa yang akan datang, yaitu precision strike, dominating maneuver, space warfare, and information warfare.
Precision Strike. Inti
dari konsep ini adalah kemampuan untuk mengetahui musuh dari tingkat
operasional sampai tingkatan strategi dengan memilih dan memprioritaskan
sasaran. Teknologi informasi ini membantu komandan untuk melakukan
pengintaian serta penentuan sasaran dengan akurat. Jeffrey McKitrick et.
al (1996) dalam The Revolution in Military Affairs menyatakan
bahwa kunci dari perbaikan yang sekarang terjadi adalah meliputi
perbaikan teknologi di bidang pengintaian, pengamanan, pengolahan data
dan komunikasi data, munisi, dan peralatan penentu posisi. (GPS- Global Positioning System).
Konsep ini dapat pula diterapkan pada operasi penyelamatan. Ceritera
mengenai Kapten Scott O'Grady, pilot pesawat F16 yang ditembak jatuh di
Bosnia, menunjukkan bahwa kemajuan dalam bidang teknologi informasi
membuat operasi penyelamatan itu berhasil dengan cemerlang. Ini terjadi
karena pilot dilengkapi penerima GPS dengan ketepatan 50 kaki dan radio
UHF standar. Peralatan ini dapat memberikan informasi posisi kurang dari
satu detik. Operasi ini juga sukses karena kemajuan teknologi di bidang
enkripsi (persandian) sehingga selama penyampaian informasi pihak lawan
tidak dapat mengetahuinya.
Space Warfare. Konsep ini lebih populer dikenal dengan nama Star Wars
yang merupakan area keempat perang yang memanfaatkan lingkungan angkasa
luar. Kemajuan teknologi komunikasi terutama satelit memungkinkan space warfare
terjadi. Dengan menggunakan satelit, dari ketinggian tertentu dapat
memperbaiki dan memperluas pengintaian. Satelit juga dapat menyajikan
data rinci sasaran, menyediakan sistem navigasi terutama kepada pasukan
tempur, dan memberikan informasi tentang permukaan bumi.
Dominating Maneuver. Manuver merupakan unsur yang penting di dalam setiap pertempuran. Dominating maneuver diintegrasikan dengan precision strike dan space warfare dapat mematahkan titik pusat lawan dalam rangka menguasai pertempuran. Precision strike dan information warfare menghancurkan sasaran dan melumpuhkan musuh sementara dengan dominating maneuver
akan menguasai titik pusat lawan sehingga tidak ada pilihan lain bagi
lawan kecuali menyerah. Berkaitan dengan perkembangan teknologi
informasi, manuver bisa menjadi sulit bila musuh juga sangat maju dalam
bidang ini.
Information Warfare.
Ini berkaitan dengan sistem informasi dan kemampuan yang berkait
dengannya. Di masa lalu militer memandang informasi hanya merupakan
pendukung pertempuran. Di masa yang akan datang informasi tidak lagi
merupakan fungsi pendukung tetapi sudah memegang peranan yang utama di
dalam pertempuran. Di masa depan, Teknologi Informasi menyebabkan
organisasi yang hirarkis akan menjadi suatu yang usang. Ini akan
mendorong ke arah berkembangnya organisasi yang lebih flat, dan struktur yang ada sekarang ini perlu untuk ditinjau ulang.
Implikasinya terhadap TNI.
Apabila mengacu pada konsepsi diatas, maka masuk dalam kancah perang
informasi merupakan suatu keharusan yang tidak bisa dihindari, walaupun
tetap harus juga menyiapkan diri dalam pertempuran secara konvensional.
Dalam konteks perang informasi, berikut ini ada satu matrikulasi
penggunaan Teknologi Informasi di bidang Militer, yang akan berpengaruh
terhadap strategi.
Matrik Penggunaan TI di bidang Militer
Tempat Sama Waktu Sama ( I )
Face to face interactionFace 2 face meeting (Power point dan Software sejenisnya) |
Tempat Sama Waktu Beda ( II )
Off-line interactionShifting Batch (Aplikasi berbasis batch) |
Tempat Beda Waktu Sama ( III )
On-line Distributed interactionVideo Conference, Teleconference (Software yang berkaitan dg komunikasi jarak jauh) |
Tempat Beda Waktu Beda ( IV )
Off-line, distributed interactionEmail / mailing list Approval System Collaboration |
Dari matriks di atas, dapat dilihat bagaimana informasi itu disampaikan mengatasi hambatan ruang dan waktu.
- Di kuadran pertama (Tempat Sama Waktu Sama) informasi disampaikan secara Face to Face Interaction. Dari sisi penyampaian informasi dalam kuadran ini, peranan TI adalah membantu menyampaikan ide atau informasi dalam bentuk visual seperti dilakukan menggunakan perangkat lunak Presentasi seperti Power Point. Disamping itu masih banyak lagi perangkat lunak untuk menuangkan ide dengan cepat seperti untuk keperluan Brain Storming dan Mind Mapping.
- Di kuadran kedua (Tempat Sama Waktu Beda) informasi disampaikan secara batch, yaitu diupdate dalam suatu periode waktu tertentu dan baru disampaikan kepada pihak lain. Peranan TI dalam kuadran ini adalah memfasilitasi data dengan perangkat lunak yang mengakomodasi pemutakhiran data secara berkelompok (batch), yang merupakan teknologi yang sudah sangat kuno.
- Di kuadran ketiga (Tempat Beda Waktu Sama) informasi disampaikan melintasi rentang tempat yang berbeda dari suatu pihak ke pihak yang lain. Peranan TI dalam kuadran ini adalah melalui fasilitas yang mampu menjembatani perbedaan tempat. Saat ini sudah banyak perangkat lunak yang berkaitan dengan hal tersebut, seperti chatting, video conferencing, dan semenjak ditemukannya teknologi web maka aplikasi yang dikembangkan cenderung mendukung konsep online distributed interaction.
- Di kuadran keempat (Tempat Beda Waktu Beda) informasi dapat disampaikan dimana saja dan kapan saja. Pada saat yang lalu konsep ini rasanya mustahil dilaksanakan, namun dengan kemajuan teknologi informasi saat ini memungkinkan untuk dilaksanakan. Dalam kuadran ini, informasi disampaikan bisa melintasi hambatan ruang dan waktu, bahkan ketika satu pihak sedang “tidur” pun informasi itu bisa sampai pada alamatnya. Satu dari penulis sudah mempraktekkan hal ini dengan membuat Collaboration Website ketika ditunjuk menjadi panitia CHOD (Chief of Defence) Conference di Bali Bulan November 2008 yang lalu. TNI dan USPACOM memanfatkan konsep ini untuk mendukung komunikasi dan arus informasi antar panitia. Hasilnya adalah suatu informasi yang dibangun atas dasar kolaborasi untuk menjembatani perbedaan waktu dan tempat antara Hawaii dan Indonesia.
Dengan
matrikulasi ini tampak bahwa perang informasi pun akan semakin kompleks
dan semakin luas jangkauannya dan tentunya akan berpengaruh terhadap
konsep operasi, doktrin, organisasi, infrastruktur, integrasi sistem,
serta pendidikan dan latihan TNI.
Bagaimana Penerapan TI di Lembaga Pendidikan?
Dalam era teknologi informasi terutama apabila mengacu pada kuadran
keempat dalam matrikulasi diatas, organisasi yang hebat dan besar
seperti apapun saat ini tidak bisa maju sendirian. Organisasi ini akan
kalah bersaing dengan organisasi kecil yang saling berkolaborasi. (Saat
ini tampak jelas dalam konteks militer adanya kecenderungan beberapa
negara berkolaborasi untuk menghadapi negara yang lebih besar). Salah
satu aplikasi Teknologi Informasi di bidang pendidikan yang terkait
dengan kolaborasi adalah mendukung konsep manajemen pengetahuan (Knowledge Management).
Selama ini kendala di dalam melakukan proses belajar mengajar di
Seskoad misalnya, adalah terbatasnya ruang dan waktu untuk berinteraksi
antara dosen dengan siswa. Apakah interaksi antara dosen dan siswa hanya
pada saat pelajaran saja ?. Tentunya tidak demikian. Interaksi harus
tetap ada selama siswa mengikuti pendidikan. Bayangkan apabila dosen
tersebut hanya mengajarkan materi selama 4 jam pelajaran dalam setahun,
dan pelajaran yang diberikan tidak dilanjutkan dengan diskusi. Pada
akhirnya siswa tidak dapat secara optimal mengembangkan dan
menginteraksikan materi yang didapat dari sang dosen dengan materi lain
yang berkaitan, padahal siswa seskoad diharapkan mampu berpikir secara
komprehensif dan integratif. Idealnya selama siswa melaksanakan
pendidikan 11 bulan, interaksi tetap berlangsung antara dosen dan siswa
walaupun materi yang disampaikan dosen tersebut hanya 4 JP. Contoh
pemanfaatan manajemen pengetahuan lainnya adalah dalam pembimbingan
Taskap. Dengan memanfaatkan manajemen pengetahuan, dosen dapat
memberikan bimbingan kepada siswa kapan saja dan dimana saja tanpa harus
terikat ruang dan waktu, demikian juga sebaliknya dengan siswa. Hal ini
tentunya akan sangat bermanfaat bagi siswa yang waktunya sangat
terbatas, dan juga dosen yang ruangnya sangat terbatas.
Selain mendukung proses belajar mengajar, manajemen pengetahuan ini
juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan
intelektual dosen melalui proses berbagi pengetahuan. Sebagai contoh,
Dosen Seskoad dapat mengadakan kolaborasi dengan Dosen sipil (baik dalam
maupun luar negeri) dalam menyusun karya tulis bersama. Bentuk
kolaborasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk membangun ruang dan jaring
intelektual dalam rangka mendukung proses pendidikan maupun tugas-tugas
lainnya.
Apa yang digambarkan diatas
sangat memungkinkan dilakukan pada saat ini, dengan menggunakan sarana
yang ”gratis”, seperti misalnya ”docs.google.com”.
Dengan mengadakan kolaborasi ini maka akan terjadi percepatan akumulasi
pengetahuan di lemdik dan akumulasi pengetahuan ini dibagikan lagi
kepada organisasi dan siswanya, dan pada gilirannya juga akan memajukan
lemdik.
Semoga tulisan ini dapat menggugah
para dosen di Seskoad dan para perwira TNI AD untuk memanfaatkan
teknologi informasi guna mendukung tugas pokok sesuai bidang
masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar